KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) di Ruang Rapat Lantai 2 Sekretariat Daerah Kabupaten Kuningan, Selasa 7 Oktober 2025.
Kegiatan ini dipimpin oleh Wakil Bupati Kuningan sekaligus Ketua TPPS, Tuti Andriani, S.H., M.Kn., didampingi Penjabat Sekretaris Daerah, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., serta dihadiri oleh jajaran TPPS Kabupaten Kuningan dari berbagai perangkat daerah.
Dalam arahannya, Wakil Bupati Kuningan Tuti Andriani menekankan bahwa penanganan stunting merupakan tanggung jawab bersama yang harus dijalankan dengan kesungguhan dan kepedulian tinggi. Ia menyampaikan bahwa meski angka prevalensi stunting di Kabupaten Kuningan sempat mengalami peningkatan pada periode 2021–2023, namun pada tahun 2024 menunjukkan penurunan sebesar 0,7 persen. Adapun wilayah dengan angka stunting tertinggi berada di Kecamatan Cigandamekar, Garawangi, dan Cigugur.
“Penanganan stunting bukan hanya soal angka, tetapi tentang masa depan anak-anak kita. Keterbatasan anggaran jangan menjadi hambatan, justru harus menjadi semangat bagi kita untuk terus mencari solusi dan berinovasi. Dengan kerja sama yang kuat dan kepedulian yang tulus, saya yakin kita mampu menurunkan angka stunting di Kabupaten Kuningan,” ujar Wabup dengan penuh optimisme.
Wabup juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk lebih fokus pada lokasi dan sasaran prioritas penanganan stunting, serta mendorong adanya apresiasi bagi desa yang berhasil mencapai target. Ia menambahkan, target prevalensi stunting Kabupaten Kuningan tahun 2025 ditetapkan sebesar 20,7 persen, yang diharapkan dapat dicapai melalui kerja nyata, inovasi, dan komitmen bersama.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Kuningan, Purwadi Hasan Darsono, menegaskan pentingnya meningkatkan kesadaran kolektif dalam mengatasi persoalan stunting.
“Stunting harus kita tanggapi dengan serius dan penuh tanggung jawab. Bila ada kasus bayi stunting, kita perlu cepat dan sigap menanganinya. Dengan semangat kebersamaan di bawah arahan Ibu Wakil Bupati, kita optimis langkah-langkah penanganan dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan,” ungkap Purwadi.
Dalam kesempatan yang sama, Pj Sekda Kabupaten Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., menyampaikan pentingnya membangun langkah-langkah nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat. Ia mencontohkan praktik baik di beberapa daerah lain, di mana setiap aparatur sipil negara turut menjadi “orang tua asuh” bagi anak-anak stunting melalui pemberian bantuan pangan bergizi secara rutin.
“Percepatan penurunan stunting dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, pencegahan stunting baru, dengan menyasar remaja calon pengantin dan ibu hamil melalui pemeriksaan kesehatan serta pemberian tablet tambah darah yang benar-benar dikonsumsi. Kedua, penanganan stunting yang ada, yang memerlukan data akurat melalui aplikasi SIMPATI,” jelasnya.
Pj Sekda juga menegaskan pentingnya menjaga pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Program MBG merupakan salah satu langkah nyata pemerintah dalam mencegah stunting. Jika ada pelaksanaan yang tidak sesuai aturan, mohon segera dilaporkan kepada Dinas Kesehatan. Program ini harus tepat sasaran karena ditujukan untuk memberikan pangan siap konsumsi, bukan sembako,” imbuhnya.
Selain itu, Wahyu menyampaikan bahwa saat ini Kabupaten Kuningan juga mengembangkan program B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) di 25 desa sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan keluarga. Program ini tidak hanya fokus pada edukasi gizi, tetapi juga pada penyediaan sarana fisik pendukung seperti rumah bibit, kolam ikan, dan kandang ayam yang dibangun secara terpadu di tingkat desa.
Rumah bibit difungsikan sebagai pusat pembibitan sayur dan tanaman pangan lokal yang dikelola bersama kelompok wanita tani. Kolam ikan dibangun dengan sistem budidaya sederhana menggunakan air sirkulasi, sehingga masyarakat dapat memanen ikan konsumsi seperti nila dan lele secara berkala. Sementara kandang ayam disiapkan untuk peternakan ayam kampung petelur, yang hasil telurnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani keluarga sasaran stunting.
“Melalui integrasi rumah bibit, kolam ikan, dan kandang ayam ini, kami ingin memastikan ketersediaan pangan bergizi yang berkelanjutan di tingkat keluarga. Upaya ini juga sekaligus menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat agar penurunan stunting tidak hanya berhasil dari sisi kesehatan, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan,” pungkas Wahyu.
(Humas Diskatan)